THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 03 Desember 2010

cerpen cinta

CERPEN- WHEN I LOOK AT YOU
Siang itu, di sebuah bangku taman, seorang gadis menunggu seorang yang sangat dia sayangi. Seorang yang tak pernah dia sangka akan menjadi pacarnya. Dia baru jadian dengan orang itu 2 hari lalu dan hari ini dia akan kencan dengannya! Aah, senangnya… katanya dalam hati. Tapi kesenangan itu sedikit berkurang karena orang yang ditunggunya sepertinya akan datang sangat terlambat. Dia sudah menunggunya lebih dari setengah jam. Tapi tak apa. Aku akan menunggunya. Aku ingin saat dia datang dia akan berkata, “Resha Ananda! Maafkan aku karena aku datang terlambat.” Yaa, dia selalu memanggilku dengan nama lengkapku. Aku tak tau kenapa, katanya sih, dia suka dengan namaku. Senangnya! Serunya dalam hatinya.Ketika sedang menunggu, ponsel Resha berbunyi. Dia mengangkatnya. Resha mendengar penjelasan seseorang diseberang sana. Tentang sebuah kenyataan pahit yang melandanya. Mendadak kakinya lemas, tubuhnya bergetar, jantungnya berdebar cepat, air matanya mengalir deras. Saat orang itu menutup telponnya, Resha menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia nyaris histeris. Tak dia sangka itu akan terjadi. Tak pernah dia sangka orang itu akan meninggal dalam kecelakaan. “Tuhan! Tolong katakan padaku kalau itu bohong!” Jeritnya. Dicky Dermawan, orang yang dia tunggu, orang yang dia sayangi, orang yang baru 3 hari menjadi pacarnya kini pergi. Dia kecelakaan dalam perjalanan kesini. Seminggu ini, Resha terus-terusan mengurung diri dikamar. Untung saja sekolahnya sedang libur, jadi dia tidak akan dimarahi karena bolos. Di kamarnya, dia hanya duduk diatas kasurnya dan terus-terusan menangis. Besok dia akan mesuk sekolah. Entah apa yang akan dikatakan teman-temannya padanya untuk menghibur dirinya. Ya, hampir 1 sekolah tau kalau Resha dan Dicky sudah jadian. Tapi kini, entahlah. Mungkin dia akan dikasihani oleh teman-temannya. “Pagi, Resha.” Sapa Dina, teman sebangkunya sejak SD sampai SMP sekarang. Resha hanya tersenyum paksa pada Dina. “Ah, Sha. Itu… soal…” “Dicko? Ya. Gue nggak apa-apa. Lo nggak usah khawatirin gue. Gue baik.” Kata Resha sok tegar. Dina jadi kesal dibuatnya.“Sha! Gue tau lo sedih! Gue tau lo mau nangis, kan? Iya, kan? Lo nggak perlu sok tegar didepan gue! Lo pikir gue siapa? Gue Dina, Sha. Sahabat lo sejak SD! Lo inget itu! Lo nggak akan pernah bisa bohong sama gue!” bentak Dina. Dina melihat mata Resha yang berkaca-kaca. “Maafin gue, Sha…” Resha menangis dalam pelukan Dina. Dia tidak peduli kalau harus dilihati satu kelas. Yang penting dia bisa sedikit mengurangi kesedihannya kehilangan Dicky. Beberapa bulan berlalu. Resha yang duduk dikelas 3SMP sudah melewati ujian akhir. Dia dan teman-temannya akan memasuki SMA yang mereka tuju. Resha dan Dina masuk SMA yang sama. Dan lagi-lagi, mereka satu kelas. “Ada yang nggak masuk, ya?” tanya Resha pada Dina. “Iya. Katanya, sih, cowok. Dia sakit, besok baru masuk katanya.” Jawab Dina. Hari pertama MOS mereka lewati dengan lancar. Resha sudah mengenal temannya hampir satu kelas. Hanya beberapa yang belum, termasuk anak cowok yang bakal masuk besok. Besoknya, anak cowok itu masuk, tapi Resha belum sempat melihat anak itu karena kakak OSIS mereka terus-terusan menghalangi mereka. “Kalo mau kenalan sama temen baru, ntar aja kalo MOSnya udah selesai!” kata Kira salah satu anggota OSIS disekolahnya. Saat istirahat, Dina minta izin sebentar ke toilet dan meninggalkan Resha disalah satu meja kantin disekolahnya. Resha hanya duduk sambil meminum minuman yang dipesannya. Hingga sesuatu memancing pandangannya. Nggak mungkin. Ini nggak mungkin… dia… diakan udah… pikirannya terputus karena Dina yang tiba-tiba datang. “Maaf nunggu lama.” Kata Dina. Resha hanya tersenyum sambil celingak-celinguk kesana-sini. “Lo kenapa, Sha?” “Aah, nggak! Hehe. Ah, gue ke toilet bentar, ya!” Resha berlari meninggalkan Dina yang kebingungan. Saat ditoilet, dia mencuci mukanya berkali-kali. “Nggak. Pasti tadi gue salah liat. Gue nggak mungkin liat Dicky. Itu juga nggak mungkin kembaran Dicky. Dicky nggak punya kembaran. Tapi… tapi…” dia kembali mencuci mukanya. Setelah itu dia bergegas kembali menemui Dina. Saat sedang berjalan, ada seseorang yang memanggilnya. “Oi. Barang lo jatuh, nih.” Kata orang itu. Resha menoleh ke orang itu. Resha terbengong saat melihat seorang cowok yang berdiri dihadapannya sambil memegang kalungnya yang diberikan Dicky untuknya. Seluruh badannya menegang dan dia tidak bergerak sedikitpun. Resha sangat terkejut melihat cowok didepannya. “Woi. Kok lo bengong, sih? Lo denger… eh!” Resha pingsan didepan cowok itu. Lalu cowok itu membawa Resha ke UKS dan kebetulan Dina melihat itu. Dina tidak kalah terkejut saat melihat cowok yang menggendong sahabatnya itu. Tapi untungnya, Dina tidak pingsan seperti Resha. Saat Resha terbangun, Dina tidak bertanya apa-apa padanya. “Din, gue dimana?” tanya Resha. “Di UKS. Lo pingsan.” Saat itu juga, cowok yang tadi ditemui Resha datang. Untuk kedua kalinya, Resha dan Dina terkejut. Cowok itu menghampiri Resha. Wajah Resha memucat. Dengan cepat dia menggeser tubuhnya menjauh dari cowok itu hingga dia hampir terjatuh. Untung saja cowok itu menarik tangannya, jadi dia tidak jadi jatuh. “Lo kenapa, sih? Kayaknya lo kalo ketemu gue kayak orang liat hantu.” Kata cowok itu. “Lo… Di… Di… cky… Dicky? Dicky!” Resha memeluk cowok itu. Cowok itu kaget dan berusaha melepaskan diri dari Resha. Resha tidak melepaskan pelukannya. “Aku tau kamu belum meninggal, Ky. Aku tau kamu masih hidup. Kamu nggak mungkin ninggalin aku…” “Heh! Gue Rico! Bukan Dicky! Rico!” kata cowok yang bernama Rico itu. “Apa? Tapi… muka kamu itu mirip Dicky. Tapi kamu bohong.” “Jangan seenaknya ganti-ganti nama orang, ya!” “Dicky? Iya, lo bukan Dicky. Karena, Dicky nggak mungkin bentak-bentak gue.” “Emang bukan! Nih. Gue ke sini cuma mau balikin kalung lo!” setelah memberikan kalung milik Resha, Rico pergi meninggalkan Resha. “Sha…?” “Bukan, ya? Ternyata bukan… dia… bukan Dicky…” Kata Resha sedikit pelan. Dina berdiri disamping Resha sambil menatap prihatin sahabatnya itu. Saat kembali ke kelas, Resha sangat terkejut karena cowok yang mirip dengan Dicky sekelas dengannya. Dia cowok yang kemarin tidak masuk. Yang lebih membuat dia terkejut, ternyata cowok itu duduk di sebelah mejanya. Resha berusaha tidak mempedulikan cowok itu. Begitu juga Rico. Beberapa bulan Resha lewati dengan baik, walaupun ada saja masalah yang melibatkannya dengan Rico. tapi itu tidak mebuat Resha gelisah sedikitpun. Suatu hari, Rico menghampiri Resha dan mengajaknya ngobrol. Awalnya Resha tidak mau, tapi akhirnya dia mengalah dan mau ngobrol dengan Rico. ternyata ngobrol sama Resha enak juga. Pikir Rico. “Oke. Karena nggak ada yang mau lo obrolin lagi sama gue, gue mau…” “Kenapa lo ngejauh dari gue?” tanya Rico memotong omongan Resha. Resha terdiam menatap Rico. “Jawab. Apa ini karena wajah gue yang mirip cowok lo yang udah meninggal?” tanya Rico lagi. Ya Tuhan, kenapa dia bisa tau? Yang tau soal ini kan cuma temen SMP gue sama… ah! Jangan-jangan… Dina! Resha larut dalam pikirannya dan mendiami Rico. “Itu semua nggak ada hubungannya sama lo.” Kata Resha. “Tentu aja ada! Kalo lo terus-terusan anggep gue kayak mantan lo itu, gue jadi nggak bisa temenan sama lo.” Kata Rico. “Untuk apa temenan sama gue? Toh, lo punya banyak temen, kan? jadi lo nggak rugi kalo nggak temenan sama gue.” “Tentu aja rugi! Gue itu bukan cuma mau temenan sama lo. Gue tuh pengen lebih deket sama lo, karena gue suka sama lo!” kata Rico tegas. Resha terkejut. Tanpa sadar, air matanya keluar. Rico kaget melihat Resha menangis. Saat ingin memberikan sapu tangannya pada Resha, Resha sudah keburu menghindar. “Jangan. Gue mohon jangan…” kata Resha. Rico diam menunggu ucapan Resha selanjutnya dengan bingung. “Gue mohon… jangan suka sama gue… jangan… gue nggak bisa…” tiba-tiba Rico memegang pundak Resha dan menatap lurus matanya.“Kenapa? Apa karena lo masih keinget cowok lo itu kalo liat gue? Iya? Res, gue beda sama dia. Gue ya gue, dia ya dia! Please, Res. Jangan hanya karena hal ini gue jadi nggak bisa deket sama lo. Lo yang bikin gue jatuh cinta sama lo, jadi jangan bikin gue jadi sakit karena lo!” kata Rico. “Co! Emang siapa yang suruh lo suka sama gue, hah? Gue nggak pernah minta lo suka sama gue, kan? Makanya jangan nyalahin gue kalo gue nolak lo! Walaupun hanya karena ini!” kata Resha menepis tangan Rico. “Gue nggak akan diem gitu aja, Res. Gue bakal bikin lo lupain cowok lo itu dan bikin lo suka sama gue!” kata Rico sedikit berteriak. Resha tidak mendengarkan ucapan Rico dan langsung berlari menuunggalkan Rico. Dia menemui Dina dan bertanya soal Rico yang mengetahui tentang Viko, mantannya, yang telah meninggal. “Maafin gue, Sha. Dia maksa gue terus. Akhirnya gue jadi keceplosan.” Kata Dina. Dia terus-terusan meminta maaf pada Resha. “Sha. Rico serius nembak lo?” “Ya.” jawab Resha singkat. Dina tidak melanjutkan ucapannya karena melihat Resha yang sedikit kesal. Sesuai ucapan Rico, dia terus-terusan mendekati Resha walaupun cewek itu selalu menjauh darinya. Sebulan berlalu dan Rico tetap mendekati Resha. “Pagi, Res. Nih, gue bawaan lo komik seru. Lo suka komik, kan? Nah, ini…” “Gue nggak butuh!” ketus Resha sambil menepis tangan Rico. Rico jadi kesal dibuatnya. “Res! Kenapa, sih, lo nggak bisa buka sedikit hati lo buat gue? Beri gue kesempatan buat bikin lo lupain cowok lo itu.” Kata Rico. “Gue pengen… gue pengen… tapi nggak bisa… gue nggak bisa…” “Kenapa?” “Karena… gue nggak mau kejadian beberapa bulan lalu itu terjadi lagi.” Kata Resha terdengar lirih. Dia berusaha menahan air matanya yang mau keluar. “Oke. Gue bakal kasih lo kesempatan buat mikir. Gue bakal nunggu lo, Res. Gue janji, kalo lo jadii cewek gue, gue nggak akan nyakitin lo. Gue nggak akan bikin lo sedih. Gue janji.” Setelah bicara seperti itu, Rico pergi meninggalkan Resha. Resha tidak bergerak sedikitpun. Dia hanya menunduk dan meremas rok abu-abu pendeknya. Air mata jatuh ditangannya. Dia menagis. Selama seminggu ini, Rico tidak pernah mendekati Resha. Kalo boleh jujur, Resha sedikit merasa kesepian karena Rico tidak menganggunya lagi. Tapi mau gimana lagi, itulah keputusan dia. “Lo mau terima dia?” tanya Dina. “Nggak. Gue cuma sayang sama Dicky.” “Gitu?” Dina diam. Itu adalah percakapan singkat terakhir mereka. Besoknya dan selama 3 hari Resha tidak masuk sekolah. Dia sakit. Mendengar itu, Dina dan Rico memutuskan untuk menjenguk Resha yang dirawat di Rumah Sakit. Sesampainya di Rumah Sakit, mereka mencari ruangan Resha dan bergegas kesana. Dina membuka pintu kamar rawat Resha dan melihat Resha yang terbaring diatas kasur dengan sebuah selang yang menjulur tangannya. Dina dan Rico mendekati Resha. Resha tersenyum melihat kedua temannya itu datang menjenguknya. “Lo baik-baik aja?” tanya Rico. “Ya.” sejenak mereka hanya terdiam diruangan yang sepi itu. Tiba-tiba, mata Dina terpaku pada tangan kanan Resha yang diperban. “Tangan lo kenapa?” tanya Dina penasaran. “Ah, mm… itu… em…” Resha terdengar ragu menjawabnya. Lalu seseorang mewakili Resha menjawab pertanyaan Dina. “Dia melukai tangannya dengan silet karena dia teringat lagi sama Dicky.” Kata Tio, kakak Resha. “Pas malem-malem, bokap, nyokap, sama gue denger Resha nangis histeris dikamarnya sambil manggil-manggil nama Dicky. Dia kunci kamarnya dari dalem. Terpaksa gue dobrak. Pas udah kebuka, dia lagi duduk dipojok lemari pakaian dengan tangan kiri megang silet dan tangan kanan yang banjir darah.” Lanjutnya. “Res! Lo kenapa jadi kayak giini, sih? Jangan hanya karena Dicky, lo jadi bertindak bodoh kayak gini!” kata Rico. Resha hanya diam mendengar ocehan Rico. “Ah. Lo pasti Rico? Yang mukanya mirip banget sama Dicky. Ya kan?” tanya Tio. “Iya,” kata Rico bingung. “kenapa?” “Ah! Jadi lo orangnya! Bagus, deh, kalo lo dateng. Soalnya, waktu Resha pingsan, dia tuh…” “AAAARGH!!” teriakan Resha membuat orang-orang yang ada dikamar itu kaget. “Tio! Tangan lo tadi nyenggol tangan gue! Sakit tau! Reseh lo emang! Pergi sana! Hush, hush.” Usir Resha. “Yee, lo pikir gue kucing, pake ‘hush, hush’ segala!” kata Tio. Lalu dia keluar sambil berdumel tidak jelas. Resha menghela napas lega saat Tio keluar. “Kenapa, sih?” Tanya Dina bingung. “Nggak.” Selama beberapa menit mereka isi dengan obrolan tentang sekolah. Sampai akhirnya Resha menganti pokok pembicaraan dengan sebuah kalimat yang membuat Dina dan Rico bingung. “Co, boleh gue minta tolong?” kata Resha. “Minta tolong? Boleh. Apa?” tanya Rico. “Mm… gue pengen lo bilang ‘Resha Ananda! Maafkan aku karena aku datang terlambat.’. Bisa?” kata Resha ragu. Saat melihat wajah Rico yang terheran-heran, Resha kembali membuka mulut. “Ah, kalo nggak mau juga nggak apa…” “Resha Ananda! Maaf karena aku datang terlambat.” Ucap Rico memotong ucapan Resha. Resha dan Dina terdiam kaget. Terlebih Resha. Beberapa detik, Resha hanya diam. Kemudian senyumnya mengembang dan menatap Rico senang. Lalu dia menundukkan kepalanya dalam-dalam.“Makasih… Ky…” ucap Resha sedikit pelan membuat Rico dan Dina tidak terlalu jelas mendengar ucapan Resha. Rico dan Dina melihat Resha yang menyeka air matanya. Dia menangis. Tidak lama kemudian, Tio datang dan menyuruh Rico dan Dina pulang karena Resha butuh istirahat. “Din, tadi lo denger nggak ucapan terakhir Resha?” kata Rico saat mereka keluar dari kamar rawat Resha. Dina hanya menggeleng dan menatap Rico bertanya-tanya. “Gue denger dia ngomong ‘ky’. Menurut gue tadi dia bilang makasih bukan buat gue.” “Ha? Maksud lo?” “Iya. Kayaknya itu buat Dicky. Mungkin dia nyuruh gue ngomong kayak tadi untuk ngewakilin di Dicky.” Kata Rico. Dina hanya manggut-manggut mengerti. Besoknya, Resha belum bisa masuk sekolah. Saat istirahat sekolah, Rico mengajak Dina makan bareng dikantin. “Tumben lo ngajak gue makan bareng, Co?” kata Dina. “Ada yang pengen gue certain.” Kata Rico sambil senyam-senyum membuat Dina bingung. “Apa? Kayaknya berita bahagia, nih?” tebak Dina. “Bener banget!” “Apa?” tanya Dina penasaran. “Tadi pas lagi belajar, si Resha SMS gue.” Kata Rico membuka cerita. “Ha? SMS? SMS apaan?” tanya Dina makin penasaran. Rico mengambil HPnya disaku bajunya dan mengotak-atik HPnya. Lalu Rico menyodorkan HPnya ke Dina dan menyuruhnya membaca sebuah pesan yang sudah tertera dilayar HPnya. Dina membaca pesan itu dengan seksama. Seketika senyumnya mengembang. SMS From : Resha - +062857********When I look at u, I thought you were with him. but my guess is wrong. you differ with him. very different.Initially I want to assume you were not there because you made me remember someone I care about. but never thought you actually approached me and make my heart began to open to receive you.Now, I want to ask for permission to you ...What I can fill your days like before you always fill my days?“Akhirnya dia buka hati dia buat gue juga…” kata Rico. Dina hanya mengangguk dan memberikan selamat pada Rico.

0 komentar: